Jabatan Fungsional

Jabatan Fungsional dan Tunjangan Fungsional

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian

Jabatan Fungsional Sanitarian adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengamatan, pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka perbaikan kualitas kesehatan lingkungan untuk dapat memelihara, melindungi dan meningkatkan cara-cara hidup bersih dan sehat.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian merupakan persyaratan Kompetensi Manajerial minimal yang harus dimiliki oleh seorang pemangku Jabatan Fungsional Sanitarian dalam melaksanakan tugas jabatan. Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian digunakan dalam pengangkatan Jabatan Fungsional Sanitarian. Pengangkatan ke dalam Jabatan Fungsional Sanitarian harus sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Standar Kompetensi Manajerial JabFung Sanitarian meliputi kompetensi dengan penentuan levelnya. Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian terdiri atas kelompok kompetensi yang meliputi kemampuan:
a. berpikir;
b. mengelola diri;
c. mengelola orang lain;
d. mengelola tugas; dan
e. mengelola sosial dan budaya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Kompetensi Manajerial JabFung Sanitarian tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian

Download Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Manajerial JabFung Sanitarian.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
  2. Kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
  3. Kompetensi Manajerial adalah soft competency yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
  4. Standar Kompetensi Manajerial adalah persyaratan kompetensi manajerial minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas jabatan.

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menjamin obyektivitas dan kualitas pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan fungsional, perlu disusun standar kompetensi manajerial jabatan fungsional;
  2. bahwa standar kompetensi manajerial jabatan fungsional Sanitarian digunakan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kompetensi jabatan fungsional Sanitarian;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Sanitarian;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010;
  4. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2012;
  5. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/10/M.PAN/3/2006 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 19/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional Sanitarian dan Angka Kreditnya;
  6. Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Manajerial Pegawai Negeri Sipil (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 297);

Pendidikan dan Pelatihan dan Seleksi Calon Widyaiswara

Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan, dan Seleksi Calon Widyaiswara yang selanjutnya disebut Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pedoman digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Diklat dan Seleksi Calon Widyaiswara oleh Instansi Pembina Diklat dan/atau Lembaga Diklat Pemerintah yang telah terakreditasi.

Struktur kurikulum diklat:

Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan dan Seleksi Calon Widyaiswara

Download Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 22 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan dan Seleksi Calon Widyaswara.

Dengan diterbitkannya Peraturan ini, maka Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan dan Seleksi Calon Widyaiswara dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Peraturan Kepala ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Menimbang :

  1. bahwa peranan Widyaiswara yang kompeten dalam melakukan proses belajar-mengajar merupakan komponen strategis untuk mencapai hasil pendidikan dan pelatihan (Diklat) aparatur yang sesuai dengan tujuan Diklat;
  2. bahwa untuk memperoleh Widyaiswara yang kompeten sebagaimana dimaksud pada huruf a, diperlukan Diklat dan Seleksi bagi Calon Widyaiswara;
  3. bahwa maka Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan dan Seleksi Calon Widyaiswara tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan, dan Seleksi Calon Widyaiswara;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Inddonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5121);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5467);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4193);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263), sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 121, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5258);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2014 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58);
  10. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2013 tentang Lembaga Administrasi Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 127);
  11. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1068);
  12. Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2015 dan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 335);

Kompetensi Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja

Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan upaya kesehatan kerja yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

Pembimbing Kesehatan Kerja adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan upaya kesehatan kerja.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja merupakan persyaratan Kompetensi Manajerial minimal yang harus dimiliki oleh seorang pemangku JabFung Pembimbing Kesehatan Kerja dalam melaksanakan tugas jabatan.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja, digunakan dalam pengangkatan jabatan fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja. Pengangkatan ke dalam Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja harus sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja meliputi kompetensi dengan penentuan levelnya. Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Apoteker terdiri atas kelompok kompetensi meliputi kemampuan:
a. berpikir;
b. mengelola diri;
c. mengelola orang lain;
d. mengelola tugas; dan
e. mengelola sosial dan budaya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Pembimbing Kesehatan Kerja

Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Peraturan berikut:

Download Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Manajerial JabFung Pembimbing Kesehatan Kerja.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
  2. Kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
  3. Kompetensi Manajerial adalah soft competency yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
  4. Standar Kompetensi Manajerial adalah persyaratan Kompetensi Manajerial minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas jabatan.

Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara

Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selanjutnya disingkat Dikjartih PNS, dan melakukan Evaluasi dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan yang selanjutnya disingkat Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.

Formasi Jabatan Fungsional Widyaiswara adalah jumlah dan susunan Jabatan Fungsional Widyaiswara PNS yang diperlukan oleh suatu Lembaga Diklat Pemerintah untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam jangka waktu tertentu.

Widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak untuk Dikjartih PNS, dan melakukan Evaluasi dan Pengembangan Diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.

Pedoman Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara

Download Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 26 Tahun 2015 tentang Pedoman Penilaian Angka Kredit JabFung Widyaiswara.

Pedoman ini bertujuan untuk memberikan acuan kepada Widyaiswara dan Tim Penilai dalam melaksanakan penilaian dan penghitungan angka kredit. Dengan tujuan tersebut diatas, maka sasaran yang ingin dicapai oleh Pedoman ini adalah:

  1. Adanya persamaan persepsi dalam penilaian dan penghitungan angka kredit;
  2. Penilaian dan penghitungan angka kredit bisa dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:

  1. Bidang Spesialisasi Widyaiswara adalah keahlian yang dimiliki oleh Widyaiswara yang didasarkan pada rumpun keilmuan tertentu sesuai latar belakang pendidikan dan/atau pengalaman kerjanya.
  2. Kompetensi Widyaiswara adalah pemilikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh Jabatan Fungsional Widyaiswara yang meliputi kompetensi pengelolaan pembelajaran, substansi, kepribadian, dan sosial.
  3. Dikjartih adalah proses belajar mengajar dalam Diklat baik secara klasikal dan/atau non klasikal.
  4. Lembaga Diklat Pemerintah adalah satuan organisasi pada Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kesekretariatan Lembaga Negara, dan Perangkat Daerah yang bertugas melakukan pengelolaan Diklat dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
  5. Diklat Fungsional adalah Diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi jabatan fungsional yang sesuai dengan jenis dan jenjang jabatan masing-masing.
  6. Diklat Teknis adalah Diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS.
  7. Diklat Prajabatan adalah Diklat yang diselenggarakan untuk membentuk PNS yang profesional yaitu PNS yang karakternya dibentuk oleh nilai-nilai dasar profesi PNS, sikap dan perilaku displin PNS, dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara profesional sebagai pelayan masyarakat.
  8. Diklat Calon Widyaiswara adalah Diklat yang dipersyaratkan bagi PNS yang akan diangkat dalam jabatan Fungsional Widyaiswara.
  9. Diklat Teknis adalah Diklat yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas PNS.
  10. Peserta Diklat Non Aparatur Sipil Negara adalah individu yang menjadi peserta Diklat sebagai bagian dari masyarakat binaan instansi sesuai tugas dan fungsi dari Lembaganya.
  11. Ruang lingkup kediklatan adalah segala kegiatan yang terkait dengan terselenggaranya Diklat, mulai dari masukan, proses, hasil, keluaran, dan manfaat serta substansi Diklat.
  12. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Widyaiswara dalam rangka pembinaan karier jabatan dan kepangkatannya.
  13. Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Widyaiswara yang selanjutnya disebut Tim Penilai adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas menilai prestasi kerja Widyaiswara.
  14. Organisasi Profesi adalah organisasi profesi jabatan fungsional Widyaiswara.
  15. Standar kompetensi Widyaiswara adalah kemampuan minimal yang secara umum dimiliki oleh Widyaiswara dalam melaksanakan tugas, tanggungjawab, dan wewenangnya untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS, yang terdiri atas kompetensi pengelolaan pembelajaran, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi substantif.
  16. Spesialisasi Widyaiswara adalah keahlian yang dimiliki oleh Widyaiswara yang didasarkan pada rumpun keilmuan tertentu sesuai latar belakang pendidikan dan/atau pengalaman kerjanya.
  17. Sertifikasi adalah proses pengakuan atas kelayakan Widyaiswara dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, wewenangnya untuk mendidik, mengajar, dan/atau melatih mata Diklat tertentu melalui uji kompetensi dengan merujuk pada standar kompetensi Widyaiswara.
  18. Jam Pelajaran (JP) adalah satuan waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran Diklat, dimana 1 (satu) JP adalah 45 (empat puluh lima) menit.
  19. Team Teaching adalah kegiatan tatap muka pada satu mata Diklat yang melibatkan paling banyak 2 (dua) orang Widyaiswara yang ditentukan dalam kompetensi dasar dan indikator keberhasilan untuk tiap mata Diklatnya dengan mempertimbangkan aspek kompetensi yang ingin dicapai, materi Diklat, jumlah peserta beserta metode pembelajarannya dengan waktu paling sedikit 9 JP yang memerlukan pendalaman dalam bentuk perkonsultasian.

Pedoman Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan

Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan yang selanjutnya dalam peraturan ini disebut Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pedoman digunakan sebagai acuan pelaksanaan Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan pada seluruh instansi Pusat dan Daerah.

Penyelenggaraan Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan

Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Download Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara nomor 33 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan JabFung Analis Kebijakan.

Menimbang :

  1. bahwa pelatihan fungsional dan teknis bagi analis kebijakan ditujukan untuk mempersiapkan, membentuk dan meningkatkan kompetensi dan profesionalisme analis kebijakan dalam melaksanakan kajian dan analisis kebijakan;
  2. bahwa Pasal 6 dan Pasal 28 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya, mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, dipandang perlu untuk menyusun Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan;
  4. bahwa pedoman sebagaimana dimaksud pada huruf c ditetapkan dengan Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5121);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4193);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4017) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4193);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4263), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164);
  8. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 235);
  9. Peraturan Presiden nomor 57 Tahun 2013 tentang Lembaga Administrasi Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 127);
  10. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 193/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Umum Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil;
  11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil;
  12. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 14 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Administrasi Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1245);
  13. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor1342);
  14. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan;
  15. Peraturan Bersama Kepala Lembaga Administrasi Negara dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional

Kualifikasi Pendidikan Jabatan Fungsional Sandiman

Jabatan Fungsional Sandiman adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan persandian pada instansi pemerintah. Pejabat Fungsional Sandiman adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan persandian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jabatan Fungsional Sandiman Tingkat Terampil

Untuk dapat diangkat pertama kali dalam Jabatan Fungsional Sandiman Tingkat Terampil seorang PNS harus memiliki:

  1. ijazah SMA/Madrasah Aliyah, SMK, Diploma II, atau Diploma III; dan
  2. serendah-rendahnya Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Sandiman Dasar kecuali yang memiliki Ijazah Diploma III di Bidang Persandian.

Ijazah SMK meliputi:

  1. Bidang Studi Keahlian Teknologi dan Rekayasa, Program Studi Keahlian Teknik Mesin atau Teknik Elektronika; atau
  2. Bidang Studi Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi, Program Studi Keahlian Teknik Komputer dan Informatika atau Teknik Telekomunikasi.

Ijazah Diploma II meliputi:

  1. Rumpun MIPA, Sub Rumpun Matematika dengan Bidang Ilmu Matematika, Statistik, atau Ilmu Komputer;
  2. Rumpun Ilmu Teknik, Sub Rumpun Teknik Elektro dan Informatika dengan Bidang Ilmu Teknik Elektro, Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektronika, Teknik Komputer, Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Sistem Informasi, Teknologi Informasi, atau Teknik Perangkat Lunak.

Ijazah Diploma III meliputi:

  1. Rumpun MIPA, Sub Rumpun Matematika dengan Bidang Ilmu Matematika, Statistik, atau Ilmu Komputer;
  2. Rumpun Ilmu Teknik, Sub Rumpun Teknik Elektro dan Informatika dengan Bidang Ilmu Teknik Elektro, Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektronika, Teknik Komputer, Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Sistem Informasi, Teknologi Informasi, atau Teknik Perangkat Lunak.

Pendidikan untuk Jabatan Fungsional Sandiman Terampil

Jabatan Fungsional Sandiman Tingkat Ahli

Untuk dapat diangkat pertama kali dalam Jabatan Fungsional Sandiman Tingkat Ahli seorang PNS harus memiliki:

  1. ijazah Diploma IV, Ijazah Sarjana; atau Ijazah Pasca Sarjana atau Doktor; dan
  2. Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan Sandiman/Sandiman Lanjutan atau memiliki Ijazah Diploma IV di Bidang Persandian.

Ijazah Diploma IV meliputi:

  1. Rumpun MIPA, Sub Rumpun Matematika dengan Bidang Ilmu
    Matematika, Statistik, atau Ilmu Komputer;
  2. Rumpun Ilmu Teknik, Sub Rumpun Teknik Elektro dan Informatika dengan Bidang Ilmu Teknik Elektro, Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektronika, Teknik Komputer, Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Sistem Informasi, Teknologi Informasi, atau Teknik Perangkat Lunak;
  3. Rumpun Ilmu Bahasa, Sub Rumpun Bahasa Asing;
  4. Rumpun Ilmu Ekonomi, Sub Rumpun Ilmu Manajemen dengan Bidang Ilmu Manajemen atau Manajemen Informatika; atau
  5. Rumpun Ilmu Sosial Humaniora, Sub Rumpun Ilmu Politik dengan Bidang Ilmu Administrasi (Negara dan Publik), Ilmu Hukum, Ilmu Pemerintahan, Ilmu Sosial dan Politik, Ketahanan Nasional, atau Kebijakan Publik.

Ijazah Sarjana, Pasca Sarjana atau Doktor meliputi:

  1. Rumpun MIPA, Sub Rumpun Matematika dengan Bidang Ilmu Matematika, Statistik, atau Ilmu Komputer;
  2. Rumpun Ilmu Teknik, Sub Rumpun Teknik Elektro dan Informatika dengan Bidang Ilmu Teknik Elektro, Teknik Telekomunikasi, Teknik Elektronika, Teknik Komputer, Teknik Informatika, Ilmu Komputer, Sistem Informasi, Teknologi Informasi, atau Teknik Perangkat Lunak;
  3. Rumpun Ilmu Bahasa, Sub Rumpun Bahasa Asing;
  4. Rumpun Ilmu Ekonomi, Sub Rumpun Ilmu Manajemen dengan Bidang Ilmu Manajemen atau Manajemen Informatika; atau
  5. Rumpun Ilmu Sosial Humaniora, Sub Rumpun Ilmu Politik dengan Bidang Ilmu Administrasi (Negara dan Publik), Ilmu Hukum, Ilmu Pemerintahan, Ilmu Sosial dan Politik, Ketahanan Nasional, atau Kebijakan Publik.

Pendidikan untuk Jabatan Fungsional Sandiman Ahli

Download Peraturan Kepala Lembaga Sandi Negara Nomor 2 Tahun 2015 tentang Kualifikasi Pendidikan untuk JabFung Sandiman.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis

Jabatan Fungsional Psikologi Klinis adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pelayanan psikologi klinis yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

Psikologi Klinis adalah Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pelayanan psikologi klinis kepada masyarakat di unit pelayanan kesehatan.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis merupakan persyaratan Kompetensi Manajerial minimal yang harus dimiliki oleh seorang pemangku Jabatan Fungsional Psikologi Klinis dalam melaksanakan tugas jabatan. Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis, digunakan dalam pengangkatan jabatan fungsional Psikologi Klinis. Pengangkatan ke dalam Jabatan Fungsional Psikologi Klinis harus sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinismeliputi kompetensi dengan penentuan levelnya. Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis terdiri atas kelompok kompetensi meliputi kemampuan:
a. berpikir;
b. mengelola diri;
c. mengelola orang lain;
d. mengelola tugas; dan
e. mengelola sosial dan budaya.

Kelompok Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis sebagaimana diatur terdiri atas :

  1. Kompetensi manajerial berfikir yang meliputi:
    a. berfikir konseptual;
    b. berfikir analitis.
  2. Kompetensi manajerial mengelola diri yang meliputi:
    a. adaptasi terhadap perubahan;
    b. integritas;
    c. komitmen terhadap organisasi;
    d. semangat berprestasi;
    e. pengendalian diri.
  3. Kompetensi manajerial mengelola orang lain yang meliputi:
    a. kerja sama;
    b. mengembangkan orang lain;
    c. komunikasi lisan.
    4. kompetensi manajerial mengelola tugas yang meliputi;
    a. berorientasi pada pelayanan;
    b. perhatian terhadap keteraturan.
  4. kompetensi manajerial mengelola sosial dan budaya yang meliputi:
    a. empati;
    b. tanggap terhadap pengaruh budaya;
    c. pengambilan keputusan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Standar Kompetensi Manajerial Jabatan Fungsional Psikologi Klinis

Download Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Manajerial JabFung Psikologi Klinis.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

  1. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu.
  2. Kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
  3. Kompetensi Manajerial adalah soft competency yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan.
  4. Standar Kompetensi Manajerial adalah persyaratan Kompetensi Manajerial minimal yang harus dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas jabatan.

Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan

Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan adalah jabatan dalam lingkungan instansi Kehutanan Pusat dan Daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan yang oleh kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian khusus dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

Polisi Kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan instansi Kehutanan Pusat dan Daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan yang oleh kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian khusus dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Pedoman formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah dalam menyusun formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan.

Tujuan pedoman formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan agar terjadi keseragaman metode dalam menyusun, menghitung, menentukan dan menetapkan formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan di Pemerintah Pusat maupun Daerah.

Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan terdiri dari:
a. Polisi Kehutanan Terampil;
b. Polisi Kehutanan Ahli.

Jenjang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan Terampil dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. Polisi Kehutanan Pelaksana Pemula;
b. Polisi Kehutanan Pelaksana;
c. Polisi Kehutanan Pelaksana Lanjutan; dan
d. Polisi Kehutanan Penyelia.

Jenjang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan Ahli dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. Polisi Kehutanan Pertama;
b. Polisi Kehutanan Muda; dan
c. Polisi Kehutanan Madya.

Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan

Penyusunan formasi Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan dengan alur kerja sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi susunan seluruh jenjang Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan yang diperlukan berdasarkan kedudukannya dalam struktur organisasi Satuan Kerja Pusat/Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Gambar 1. Peta Jabatan Fungsional Polisi Kehutanan, Peraturan Menteri ini.
  2. Menginventarisasi kegiatan kepolisian kehutanan yang dilakukan oleh masing – masing jenjang jabatan sesuai kedudukannya dalam struktur organisasi dengan memperhatikan Rencana Strategis dan Rencana Kerja Satuan Kerja.
  3. Menghitung volume pekerjaan (V) selama 1 (satu) tahun pada kondisi ideal untuk masing – masing kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
  4. Menghitung waktu penyelesaian volume (Wpv) masing-masing kegiatan untuk setiap jenjang jabatan Polisi Kehutanan dengan cara mengalikan waktu penyelesaian butir kegiatan (Wpk) dengan volume masing-masing butir kegiatan untuk setiap jenjang jabatan Polisi Kehutanan, atau dengan formula sebagai berikut:
    Wpv = Wpk x V
    Keterangan:
    Wpv = Waktu penyelesaian volume masing-masing kegiatan dalam 1 (satu) tahun.
    Wpk = Waktu penyelesaian butir kegiatan.
    V = Volume masing-masing kegiatan dalam 1 (satu) tahun.

Download Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor P.22/MenLHK-II/2015 tentang Pedoman Formasi JabFung Polisi Kehutanan.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Polisi Kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan instansi Kehutanan Pusat dan Daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan yang oleh kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian khusus dibidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
  2. Polisi Kehutanan Terampil adalah pejabat fungsional Polisi Kehutanan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu.
  3. Polisi Kehutanan Ahli adalah pejabat fungsional Polisi Kehutanan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metodologi dan teknik analisis tertentu.
  4. Formasi Jabatan Polisi Kehutanan adalah jumlah dan jenjang jabatan Polisi Kehutanan yang diperlukan oleh suatu unit kerja pengamanan dan perlindungan hutan untuk mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam jangka waktu tertentu.
  5. Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional Polisi Kehutanan dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan.
  6. Jam kerja efektif adalah jam kerja yang secara nyata digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dari kegiatan unsur utama.
  7. Satuan kerja adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah/Institusi yang melaksanakan kegiatan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
  8. Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu.
  9. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  10. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota.

Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, wewenang untuk melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.

Pedoman formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah dalam menyusun formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan.

Tujuan pedoman formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan agar terjadi keseragaman metode dalam menyusun, menghitung, menentukandan menetapkanformasi Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan di Pemerintah Pusat maupun Daerah.

Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan terdiri dari:
a. Penyuluh Kehutanan Tingkat Terampil;
b. Penyuluh Kehutanan TingkatAhli.

Jenjang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan Terampil dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. Penyuluh Kehutanan Pelaksana Pemula;
b. Penyuluh Kehutanan Pelaksana;
c. PenyuluhKehutanan Pelaksana Lanjutan; dan
d. Peny. Kehutanan Penyelia.

Jenjang Jabatan Fungsional Peny. Kehutanan Ahli dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. Peny. Kehutanan Pertama;
b. Peny. Kehutanan Muda;
c. Peny. Kehutanan Madya; dan
d. Peny. Kehutanan Utama

Penyusunan formasi Jabatan Fungsional Peny. Kehutanan dengan alur kerja sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi susunan seluruh jenjang Jabatan Fungsional Peny. Kehutanan yang diperlukan berdasarkan kedudukannya dalam struktur organisasi Satuan Kerja Pusat/Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Gambar 1. Peta Jabatan Fungsional Peny. Kehutanan, Peraturan Menteri ini.
  2. Menginventarisasi kegiatan Peny. kehutanan yang dilakukan oleh masing – masing jenjang jabatan sesuai kedudukannya dalam struktur organisasi dengan memperhatikan Rencana Strategis dan Rencana Kerja Satuan Kerja.
  3. Menghitung volume pekerjaan (V) selama 1 (satu) tahun pada kondisi ideal untuk masing – masing kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
  4. Menghitung waktu penyelesaian volume (Wpv) masing-masing kegiatan untuk setiap jenjang jabatan Peny. Kehutanan dengan cara mengalikan waktu penyelesaian butir kegiatan (Wpk) dengan volume masing-masing butir kegiatan untuk setiap jenjang jabatan Peny.Kehutanan, atau dengan formula sebagai berikut:
    Wpv = Wpk x v
    Keterangan:
    Wpv = Waktu penyelesaian volume masing-masing kegiatan dalam1(satu) tahun.
    Wpk = Waktu penyelesaian butir kegiatan.
    V = Volume masing-masing kegiatan dalam 1 (satu) tahun.

Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada peraturan berikut:

Download Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.23/MenLHK-II/2015 tentang Pedoman Formasi JabFung Peny. Kehutanan.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Penyuluh Kehutanan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan melakukan kegiatan Peny. kehutanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  2. Peny. Kehutanan Tingkat Terampil adalah pejabat fungsional yang dalam pelaksanaan pekerjaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu.
  3. Peny.Kehutanan Tingkat Ahli adalah pejabat fungsional yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metodologi dan teknik analisis tertentu.
  4. Formasi Jabatan Peny. Kehutanan adalah jumlah dan jenjang jabatan Peny. Kehutanan yang diperlukan oleh suatu unit kerja Peny. kehutanan untuk mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam jangka waktu tertentu.
  5. Angka Kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional Peny. Kehutanan dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan.
  6. Jam kerja efektif adalah jam kerja yang secara nyata digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dari kegiatan unsur utama.
  7. Satuan kerja adalah unit organisasi lini Kementerian/Lembaga atau unit organisasi Pemerintah Daerah/Institusi yang melaksanakan kegiatan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
  8. Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu.
  9. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
  10. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota.

Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan

Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengendalian ekosistem hutan.

Pedoman formasi Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah dalam menyusun formasi Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan.

Tujuan pedoman formasi Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan agar terjadi keseragaman metode dalam menyusun, menghitung, menentukan dan menetapkan formasi Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) di Pemerintah Pusat maupun Daerah.

Pedoman Formasi Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan

Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan terdiri dari:
a. PEH Tingkat Terampil;
b. PEH Tingkat Ahli.

Jenjang JabFung PEH Terampil dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. PEH Pelaksana Pemula;
b. PEH Pelaksana;
c. PEH Pelaksana Lanjutan; dan
d. PEH Penyelia.

Jenjang JabFung PEH Ahli dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. PEH Pertama;
b. PEH Muda; dan
c. PEH Hutan Madya.

Penyusunan formasi Jabatan Fungsional PEH dengan alur kerja sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi susunan seluruh jenjang Jabatan Fungsional PEH yang diperlukan berdasarkan kedudukannya dalam struktur organisasi Satuan Kerja Pusat/Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Gambar 1. Peta Jabatan Fungsional PEH, Peraturan Menteri ini.
  2. Menginventarisasi kegiatan pengendalian ekosistem hutan yang dilakukan oleh masing – masing jenjang jabatan sesuai kedudukannya dalam struktur organisasi dengan memperhatikan Rencana Strategis dan Rencana Kerja Satuan Kerja.
  3. Menghitung volume pekerjaan (V) selama 1 (satu) tahun pada kondisi ideal untuk masing – masing kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
  4. Menghitung waktu penyelesaian volume (Wpv) masing-masing kegiatan untuk setiap jenjang jabatan Pengendali Ekosistem Hutan dengan cara mengalikan waktu penyelesaian butir kegiatan (Wpk) dengan volume masing-masing butir kegiatan untuk setiap jenjang jabatan PEH, atau dengan formula sebagai berikut:
    Wpv = Wpk x V
    Keterangan:
    Wpv = Waktu penyelesaian volume masing-masing kegiatan dalam 1 (satu) tahun.
    Wpk = Waktu penyelesaian butir kegiatan.
    V      = Volume masing-masing kegiatan dalam 1 (satu) tahun.

Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada peraturan berikut:

Download Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.24/MenLHK-II/2015 tentang Pedoman Formasi JabFung Pengendali Ekosistem Hutan.